LintasOheo.com | Konut –
Pernyataan Menteri Investasi/Kepala BKPM Bahlil Lahadalia terkait upaya mencegah korupsi di sektor pertambangan mineral dan batubara (minerba) melalui pengawasan ketat dan revisi sistem RKAB mendapat sambutan positif dari masyarakat di daerah penghasil tambang. Salah satunya datang dari Koalisi Rakyat Konawe Utara untuk Keadilan Tambang, yang menegaskan pentingnya melibatkan suara rakyat dalam proses reformasi sektor ini.
Menurut Hendrik, aktivis masyarakat dan inisiator Koalisi yang pernah dipenjara karena memperjuangkan hak-hak rakyat, pembenahan sektor pertambangan tak cukup hanya menyentuh pengusaha dan birokrasi. Ketidakadilan struktural yang dirasakan masyarakat harus menjadi bagian dari agenda reformasi.
“Kami menyambut baik langkah Pak Bahlil. Tapi kami juga ingin katakan: korupsi dalam tambang bukan hanya soal suap perizinan. Ketika kontraktor lokal disingkirkan, UMKM tidak diberdayakan, dan rakyat hanya jadi penonton di tanahnya sendiri itu juga bentuk ketidakadilan yang perlu dihentikan,” tegas Hendrik, Minggu (3/8/2025).
Hendrik menambahkan bahwa masyarakat Konawe Utara sudah lama hidup dalam tekanan akibat dampak aktivitas pertambangan. Mulai dari kehilangan lahan, pencemaran lingkungan, rusaknya infrastruktur hingga kriminalisasi terhadap warga yang menyuarakan protes.
“Rakyat kami hidup dalam penderitaan di atas tanah yang kaya. Tapi ketika kami bicara, kami dibungkam. Saya sendiri pernah merasakannya. Tapi kini kami bangkit. Koalisi ini bukan untuk melawan hukum, melainkan untuk memastikan hukum benar-benar dijalankan,” katanya.
Koalisi Rakyat Konawe Utara untuk Keadilan Tambang dibentuk sebagai respons atas ketimpangan dalam tata kelola pertambangan di daerah. Gerakan ini bertujuan:
Mendorong implementasi UU Nomor 2 Tahun 2025, terutama Pasal 124 ayat (1) dan Pasal 151 tentang kewajiban kemitraan dengan usaha lokal.
Mengawal pelaksanaan Permen Investasi/BKPM No. 1 Tahun 2022 mengenai kemitraan usaha besar dan kecil.
Membuka ruang partisipasi masyarakat dalam pengawasan dan pemanfaatan hasil tambang secara adil.
“Ini bukan gerakan milik satu dua orang. Ini milik seluruh rakyat yang ingin melihat tanah ini diperlakukan adil. Kami akan bersuara ke kementerian, ke media, dan mengawal proses di daerah dengan cara damai dan legal,” ujar Hendrik.
Dalam pernyataannya, Koalisi menyampaikan seruan terbuka kepada:
1. Pemerintah Pusat
Agar membuka ruang partisipasi rakyat lokal dalam proses reformasi pertambangan, tidak hanya melalui asosiasi pengusaha.
2. Pemerintah Daerah
Agar menjalankan fungsi pengawasan secara aktif terhadap perusahaan tambang dan menindak tegas yang tidak mematuhi kewajiban bermitra secara lokal.
3. Perusahaan Tambang
Agar segera bermitra dengan perusahaan lokal, memberdayakan UMKM, dan menghormati hak-hak masyarakat yang terdampak.
Rilis ini ditutup dengan pesan kuat dari Koalisi, yang menyebut gerakan mereka lahir bukan dari kebencian, tapi dari tuntutan keadilan yang selama ini diabaikan.
“Kami tidak datang membawa kemarahan, kami datang membawa kepastian hukum. Kami tidak menuntut belas kasihan, kami menuntut keadilan. Dan kami tidak akan mundur,” ujar Hendrik.
“Jika mereka tak mendengar suara kami dengan telinga, maka biarlah mereka mendengar dengan getaran bumi tempat kami berdiri.”
Koalisi memastikan bahwa perjuangan akan terus berjalan di berbagai lini: hukum, media, dan masyarakat. Bagi mereka, suara dari tanah luka ini adalah panggilan